Awal
mulanya istilah “kepentingan nasional” (national interest) mengacu pada
bahasa Perancis raison d’Etat, atau dalam bahasa Inggris, reason
of the state, yang secara sederhana diartikan sebagai, alasan-alasan
utama eksistensi suatu negara. Pengertiannya tidak berhenti di situ, akan
tetapi tersirat di dalamnya apa tujuan yang akan dicapai oleh negara tersebut
serta ambisi-ambisi yang terkandung di dalamnya, apakah mengenai ekonomi,
militer, budaya dan sebagainya.
Karakteristik
utama sistem ini adalah pemeliharaan keseimbangan kekuatan (balanced
of power),adanya suatu pemerintahan yang terpusat dan
diakui/sah, teritori dengan batas-batas yang jelas, rakyat yang umumnya
memiliki asal usul yang sama, bahasa yang sama serta berbagai bentuk budaya
yang mengikat. Negara bangsa menjadi instrumen dari kesatuan nasional,
kesatuan ekonomi, kesatuan sosial dan budaya dan lain sebagainya.
Seiring
dengan berjalannya waktu dan perkembangan zaman, kepentingan nasional suatu
negara bangsa berkembang juga menjadi sangat beragam, namun yang paling umum
dan utama yang secara pasti dianut oleh banyak negara adalah: eksistensi dan
kelangsungan hidup negara, kesejahteraan rakyat/bangsa serta KEAMANAN.
Pertanyaannya
lalu dimana kepentingan nasionalnya dan dimana kedudukannya terhadap konsep
bernegara di atas? Salah satu rumusannya terdapat dalam Peraturan
Presiden Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2008 tentang Kebijakan Umum
Pertahanan Negara yang dikeluarkan oleh Presiden pada tanggal 26
Januari 2008. Dalam Perpres tersebut kepentingan nasional kelihatannya sudah
diposisikan pada tempatnya yang sebenarnya, karena selain menjadi landasan
pertahanan Negara.
Dalam Perpres
No. 7 tahun 2008 tersebut, telah ditetapkan kepentingan nasional
Indonesia dalam tiga strata yaitu:
Mutlak, kelangsungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, berupa integritas teritorial, kedaulatan nasional
dan keselamatan bangsa Indonesia.
Penting, berupa demokrasi
politik dan ekonomi, keserasian hubungan antar suku, agama, ras dan golongan
(SARA), penghormatan terhadap hak azasi manusia, dan pembangunan yang
berwawasan lingkungan hidup.
Pendukung, berupa perdamaian
dunia dan keterlibatan Indonesia secara meluas dalam upaya mewujudkannya.
Dari
strategi keamanan nasional inilah kemudian dijabarkan lagi kedalam strategi
bidang-bidang lain seperti politik, ekonomi, militer, intelejen, sosial budaya
dan sebagainya. Strategi militer nasional akan menjadi dasar penyusunan atau
perencanaan pembangunan kekuatan pertahanan/militer dengan pengertian bahwa
kekuatan militer negara adalah kekuatan inti pertahanan.
Kementerian
Pertahanan Republik Indonesia telah menetapkan bahwa postur pertahanan tahun
2010-2029 diarahkan untuk membangun kekuatan yang bertaraf “Minimum Essential
Force” (MEF). Terjemahan bebasnya barangkali menjadi; kekuatan pada
tingkat minimum yang dapat diandalkan. Kekuatan (Force)disini
berkonotasi pada jumlah Alat Utama Sistem Senjata (alutsista) TNI termasuk
personilnya serta pendukungnya dari ketiga Angkatan Darat, Laut dan Udara.
Kehadiran
MEF ini juga menjadi jalan strategis memantapkan kekuatan pertahanan bahwa
pengadaan Alutsista TNI akan diupayakan dari industri pertahanan di dalam
negeri. Dalam rangka modernisasi Alutsista, Kemhan dan TNI akan sepenuhnya
mengikuti kebijakan pemerintah menggunakan secara optimal produksi industri
pertahanan dalam negeri. Kebijakan tersebut amat strategis, karena dapat
mengurangi ketergantungan terhadap negara lain seperti yang tertuang di UU
Nomer 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan.
Saat
ini pemerintah menjadikan industri pertahanan dalam negeri menjadi prioritas
pengadaan. Industri pertahanan dalam negeri pun diikutsertakan dalam penyusunan
Rencana Induk kebutuhan Alpalhankam untuk mengetahui kemampuan saat ini. Salah
satunya PT Pindad, perusahaan BUMNip ini memproyeksikan mampu memenuhi
kebutuhan kendaran tenpur sebanyak 452 unit. Kebutuhan ini meliputi Panser 6×6
(332 unit), Ranpur roda rantai (45 unit), ranpur roda ban (71 unit) dan Tank
Amphibi (14 unit).
Di
tahun 2014 Perusahaan yang berdomisili di Bandung ini sedang menyiapkan
sertifikasi Tank Kanon dan rencana pada tahun 2016 untuk tank kanon amphibi.
Agar bisa meningkatkan kemampuan produsen peralatan pertahanan, Pindad pun
menggandeng sejumlah perusahaan internasional. Kerjasama ini diharapkan
membantu misi Pindad yaitu “Menjadi Produsen Peralatan Pertahanan dan
Keamanan terkemuka di Asia pada tahun 2023,”.
Kerjasama
Internasional PT. Pindad
Tidak
hanya PT. Pindad, dibidang Radio Detection and Ranging atau radar sejumalh
perusahan tanah air juga melakukan kerjasama Internasional seperti PT. Inti yg
mendapatkan pori pekerjaan sebanyak 40% dengan Northrop Grumman, PT. CMI yg
dinilai dunia Internasional berhasil menghasilkan produk baik dan dipilih oleh
Lockheed Martin sebagai mitra kerjasama, dan sejumlah perusahaan lainnya
seperti InfraRCS Indonesia, IRCTR-Indonesia, dll.
Lalu
bagaimana dengan PT. Len, perusahaan radar BUMNip? Sama seperti yg lain, PT.
Len juga bermitra dengan sejumlah instansi dalam negeri seperti LIPI, BPPT,
maupun perusahaan swasta lainnya. Tidak hanya itu, sejumlah perusahaan
Internasional juga menjadi mitra dalam pengembangan teknologi radar maupun
elektronik pertahanan lainnya seperti SAAB, Thales UK, Selex
ES, dll. Saat ini PT. Len sedang focus mendirikan pabrik industry
photovoltaic atau yang dikenal Len Technopark yang
dibangun untuk mengejar Visinya yaitu “Menjadi perusahaan
elektronik kelas dunia,” bisa tercapai.
“Saya
optimis di tahun 2016, kita dapat membuktikan
kepada semua
pihak khususnya Negara
bahwa
Len siap Go Public,”…
(Andra
Y. Agussalam-Direktur Keuangan PT. Len)
Salah
satu peneliti mengatakan begini, “Ketika user atau pemerintah percaya,
kami pasti bisa semangat pun akan membara untuk membuktikan bahwa kami
bisa memberikan terbaik untuk bangsa dan masyarakat kita,”. Semoga upaya-upaya yang telah dilakukan oleh segenap komponen
bangsa dalam menguasai teknologi pertahanan mampu mengantarkan bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang maju dan disegani oleh dunia internasional.
“Ketika user atau pemerintah
percaya, kami pasti bisa semangat pun akan membara untuk membuktikan bahwa kami
bisa memberikan terbaik untuk bangsa dan masyarakat kita,”.
Saat ini ada 5 isu strategis
nasional, yaitu Ancaman Konvensional dan Non-Konvensional, Kondisi Geografis
Indonesia, Gangguan Kemanan maish cukup besar, Permasalahan Perbatasan dan
Kemandirian Masih Terbatas. Berhubungan dengan judul artikel maka kita akan
membahas tentang KEMANDIRIAN MASIH TERBATAS.
Untuk mengejar kemandirian dan
penguasaan teknologi, pemerintah membuat 7 program kemandirian industri
pertahanan, yaitu Pembangunan Industri Propelan
Nasional, Pengembangan Kapal Selam, Pengembangan Pesawat Tempur (IFX),
Pengembangan Roket dan Rudal Nasional, Pengembangan Kapal PKR atau Frigate
Nasional, Pengembangan Radar Nasional, dan Pengembangan Tank Nasinal (medium).
Energetic Material Center (PT.
Dahana)
Pembangunan Industri Propelan
Nasional
Sudah 20 tahun lamanya, PT
Dahana menunggu momen ini. SDM dan lahan pun sudah disiapkan agar
kemandirian pabrik propelan dalam negeri bisa tercapai. Akhirnya dalam beberapa
tahun kedepan Indonesia bakal mempunyai Pabrik Propelan yg dapat memenuhi
kebutuhan dalam negeri. Selama ini kebutuhan kita sebesar 400-500 ton pertahun,
dan 100% bahan baku propelan ini didatangkan dari PB Clermont,
Belgia. Melalui perjanjian kerjasama dengan yg ditandatangani sejak tahun 2011
antara Pemerintah Indonesia dan Perancis, akhirnya pada tahun ini dilakukan MoU
b to b antara PT Dahana dengan Eurenco dan Roxel Perancis.
Proyek pembangunan pabrik propelan
ini akan dibangun di Subang, Jawa Barat di lahan seluas 50 ha. Pembangunan akan
memakan waktu kurang lebih empat tahun. Kerjasama ini akan dilaksanakan sebelum
HUT TNI tanggal 5 Oktober tahun ini dan direncanakan selesai dan mulai produksi
pada tahun 2018. Untuk porsi pembagiannya PT Dahana sebesar 51% dan
konsorsium Roxel serta Eurenco sebesar 49%.
Pembuatan Booster
Pabrik propelan ini diharapkan mampu
memproduksi, nitrogliserin sebanyak 200 ton/thn, propelan
double base Munisi Kaliber Kecil, khusus dan besar sebanyak 400
ton/thn, propelan double base roket sebanyak 80 ton/thn dan propelan
komposit sebanyak 200 ton/thn.
Selama ini, untuk bahan peledak
pertahanan PT Dahana baru mencakup Bulk & Catridge Emulsion, ANFO,
Detonator, Shape Charged / TRL-7, dll. Diharapkan kedepan produksi bahan
baku peledak ini dapat memenuhi kapasitas sekitar 1.700-an ton agar bisa
diekspor ke negara lain, karena pabrik ini masih jarang di dunia Internasional.
Prototipe Short Range Cruise Missile
Pabrik propelan ini diharapkan dapat
mendukung kemandirian Roket dan Rudal Nasional. Karena seperti diketahui, Roxel
Perancis adalah perusahaan yg memiliki keahlian khusus seperti misil
taktis, cruise weapons, roket, guided airbone bombs, ramjet dan teknologi
sensitif mesiu. Sedangkan Eurenco perusahaan yg mengembangkan, menyediakan,
memproduksi aneka ragam bahan energetick untuk pertahanan dan pasar komersial.
Punya Pabrik Bahan Baku Peledak, RI
Bisa Hemat Rp. 1 Trilliun
Prototipe Anoa Versi Roket
Liputan6.com, Jakarta- Rencana
pembangunan pabrik bahan baku peledak atau propelan di Subang, Jawa Barat oleh
PT Dahana (Persero) dan dua perusahaan asing, Roxel France dan Eurenco akan
menghemat anggaran triliunan rupiah per tahun. Pasalnya selama ini, Indonesia
rutin mengimpor bahan baku peledak dari Belgia setiap tahun.
Demikian disampaikan Staf Ahli
Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar
Lembaga Kementerian Pertahanan, Silmy Karim dalam konferensi pers di kantornya.
“Saat ini, kita impor propelan dari
Belgia saja. Makanya diharapkan kita bisa mandiri dalam memproduksi alat
pertahanan dan keamanan dalam negeri,” ucapnya, Senin (26/5/2014).
Jika Indonesia dapat memproduksi
propelan dan spherical powder di pabrik tersebut, kata Silmy,
negara ini akan menghemat Rp 1 triliun per tahun.
“Ini merupakan hal yang istimewa
karena kebutuhan bahan baku peledak setiap tahun meningkat, sehingga kalau bisa
buat sendiri di dalam negeri maka penghematan Rp 1 triliun itu sangat
signifikan,” tuturnya.
Sementara Direktur Utama Dahana, F
Harry Sampurno mengatakan, bahan baku yang dihasilkan dari pabrik propelan itu
nantinya akan diserahkan ke PT Pindad (Persero), BUMN manufaktur yang
memproduksi alutsista atau perlengkapan perang.
“Tadinya kan impor 100% bahan baku
peledak untuk buat peluru, dan kalau ini sudah ada (isiannya), ini akan
diserahkan ke Pindad untuk jadi peluru. Karena Pindad sudah sebagian besar
memproduksi peluru,” jelasnya.
Kebutuhan propelan, tambah Harry,
terpaksa diimpor karena Indonesia tak mempunyai bahan baku tersebut. Bahkan di
seluruh dunia, bahan baku peledak sangat jarang ditemui.
“Cuma ada di Belgia dan beberapa
tempat, tapi makin lama makin sulit transportasinya. Kebutuhan setiap tahun
400-500 ton, dan makin nambah dalam lima tahun ke depan,” ujarnya.
Dia berharap, dengan pembangunan
pabrik propelan senilai 400 juta euro tahap pertama ini dapat mendongkrak
kapasitas produksi bahan baku peledak sekitar 1.500-1.700 ton per tahun.
“Kalau ada lebihnya bisa kita ekspor
ke seluruh negara yang buat peluru, seperti Prancis, Malaysia dan lainnya.
Mereka kan nggak buat,” tandas Harry. (Fik/Ndw)
(Nurseffi Dwi Wahyuni)
Sumber : Liputan6.com
Produksi Bahan Baku Roket,
BUMN Pembuat Bom Ini Gandeng Perusahaan Prancis
(Detik.com)
Jakarta -Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pembuat bahan peledak, PT
Dahana (Persero) menggandeng perusahaan produsen propelan asal Prancis, yaitu
Eurenco dan Roxel. Propelan merupakan bahan baku untuk pembuatan peluru, roket,
peluru kendali hingga untuk amunisi.
PT Dahana telah ditunjuk oleh Kementerian Pertahanan sebagai satu-satunya perusahaan di Indonesia yang akan memproduksi propelan.
Staf Ahli Komite Kebijakan Industri Pertahanan (KKIP) Badan Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga Silmy Karim menerangkan selama ini, Indonesia tergantung produk propelan impor.
Selama ini, Indonesia mengimpor 100% bahan baku amunisi hingga roket tersebut dari Belgia setiap tahun. Target pendirian pabrik propelan ini, agar Indonesia bisa menjadi negara mandiri di bidang pertahanan.
“Itu bagian program nasional yang diputuskan jadi prioritas wajib dimiliki Indonesia dalam waktu dekat. Pabrik di Subang, itu milik fasilitas Dahana. Ada 3 jenis propelan akan diproduksi tahap awal yakni amunisi kaliber kecil, roket, dan peluru kendali,” kata Silmy pada acara press conference di Kementerian Pertahanan, Jakarta, Senin (26/5/2014).
Pabrik propelan ini akan dibangun pada area pabrik Energetic Material Center (EMC) milik Dahana di Subang Jawa Barat. Alokasi lahan untuk pabrik propelan sebanyak 50 hektar.
Pembangunan pabrik propelan dibagi menjadi 2 tahap, tahap I akan dibangun bertepatan HUT TNI tanggal 5 Oktober 2014. Masa pembangunan hingga produksi membutuhkan waktu 40-50 bulan.
Dahana dan konsorsium
perusahaan Prancis mengeluarkan anggaran 400 juta euro untuk pabrik tahap I.
Targetnya produksi perdana propelan bisa dilakukan mulai 2018.
“Butuh 400 juta euro untuk fasilitas pabrik tahap pertama. Itu anggaran BUMN dan pinjaman perbankan. Nanti ada 7 total propelan yang diproduksi. Tahap awal 3 dulu,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Dahana Harry Sampurno menyebut untuk mendukung produksi propelan, pihaknya mulai membangun industri hulu dari propelan. Dahana sedang membangun fasilitas pembuatan Asam Nitrat Pekat dan Asam Sulfat Pekat (NAC/SAC) di Subang.
“Ini sangat strategis karena menjadi hulu dari industri propelan yang sudah dicanangkan sejak akhir 2010,” kata Harry.
Targetnya ketika Indonesia sudah mampu memproduksi bahan baku roket, misil hingga amunisi, maka akan diperuntukan untuk menyasar pasar ekspor.
Pada produksi tahap awal, Dahana mampu memproduksi nitrogliserin sebanyak 200 ton/tahun, spherical powder sebanyak 400 ton/tahun, propelan double base roket sebanyak 80 ton/tahun dan propelan komposit sebanyak 200 ton/tahun.
“Amunisi kaliber kecil untuk Polisi hingga TNI. Kedua untuk meriam TNI (MKB), kemudian roket macem untuk pertahanan dan cuaca. Setelah itu kemungkinan ekspor,” katanya.
“Butuh 400 juta euro untuk fasilitas pabrik tahap pertama. Itu anggaran BUMN dan pinjaman perbankan. Nanti ada 7 total propelan yang diproduksi. Tahap awal 3 dulu,” jelasnya.
Di tempat yang sama, Direktur Utama PT Dahana Harry Sampurno menyebut untuk mendukung produksi propelan, pihaknya mulai membangun industri hulu dari propelan. Dahana sedang membangun fasilitas pembuatan Asam Nitrat Pekat dan Asam Sulfat Pekat (NAC/SAC) di Subang.
“Ini sangat strategis karena menjadi hulu dari industri propelan yang sudah dicanangkan sejak akhir 2010,” kata Harry.
Targetnya ketika Indonesia sudah mampu memproduksi bahan baku roket, misil hingga amunisi, maka akan diperuntukan untuk menyasar pasar ekspor.
Pada produksi tahap awal, Dahana mampu memproduksi nitrogliserin sebanyak 200 ton/tahun, spherical powder sebanyak 400 ton/tahun, propelan double base roket sebanyak 80 ton/tahun dan propelan komposit sebanyak 200 ton/tahun.
“Amunisi kaliber kecil untuk Polisi hingga TNI. Kedua untuk meriam TNI (MKB), kemudian roket macem untuk pertahanan dan cuaca. Setelah itu kemungkinan ekspor,” katanya.
Sumber : Detik.com
By : Jalo dan berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar