Label

Rabu, 28 Mei 2014

Sukhoi Su-27/Su-30 Flanker Indonesia



Dari beragam alutsista TNI, harus diakui jet tempur Su-27SKM dan Su-30MK2 Flanker Skadron 11 TNI AU adalah yang paling banyak membetot perhatian khalayak di Tanah Air. Selain punya sosok garang dan perkasa, pesawat dua mesin besutan Rusia ini seolah menjadi ‘pelipur lara’ bagi masyarakat pemerhati persenjataan, betapa tidak, dengan mengadopsi Sukhoi Su-27/Su-30 armada jet tempur TNI AU kini mampu mengimbangi keunggulan fighter negara tetangga, khususnya F-15SG Strike Eagle AU Singapura dan F/A-18 Super Hornet AU Australia. Lewat manuver Kobra Pugacev, Sukhoi menjadi kebanggaan tersendiri dalam setiap simulasi duel jarak dekat.

Dari sisi kejenjataan, lewat Sukhoi-lah Indonesia untuk pertama kalinya terlihat tegas untuk mempersenjatai jet tempur. Maklum pasca era-60an, segala jenis jet tempur TNI AU yang dibeli dari AS dan Inggris, hanya dibekali persenjataan terbatas yang serba nanggung dan tak punya efek deteren memadai. Kita bisa lihat bersama, bagaimana TNI AU selama tiga dekade hanya bersandar pada rudal Sidewinder untuk melengkapi F-5 E/F Tiger, F-16 Fighting Falcon, dan Hawk 100/200. Sementara dilini rudal udara ke permukaan, sejak lama TNI AU pun hanya berkutat pada AGM-65 Maverick.

Namun, haluan strategi pertahanan kini telah berubah. Meski perang selalu didengungkan sebagai jalan akhir dari suatu krisis, tapi sudah menjadi amanat bahwa bila perang itu terjadi, maka perang harus dimenangkan. Dalam konteks 16 jet Sukhoi di armada TNI AU, muncul rasa gemas di publik, pasalnya sejak didatangkan bergelombang pada tahun 2003, nyatanya baru pada periode tahun 2012 – 2013, jet yang dijuluki Sky Demon ini mulai dipersenjatai sista rudal R-73R-77Kh-29TE, dan Kh-31P. Setelah sebelumnya, Sukhoi di angkasa Indonesia hanya wara wiri mengandalkan kanon GSh-30-1 dan bom buatan lokal.

Dan, kini akhirnya lengkaplah sudah Skadron 11 Wing 5 di Lanud Hananuddin, Makassar dengan jumlah 16 unit Su-27SKM dan Su-30MK2. Bahkan dengan dukungan tanker KC-130B Hercules Skadron 32,air coverage Sukhoi menjadi begitu luas dalam melindungi ruang udara NKRI. Semoga kepak sayap Sukhoi selalu menjadi ‘mimpi buruk’ bagi para agresor.





Pesawat tempur Sukhoi TNI AU lengkap sudah  satu skadron (16 unit), setelah datangnya dua pesawat SU-30 MK 2 pada awal bulan September 2013. Skadron Udara 11 Wing 5 Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar – Sulawesi Selatan, merupakan home base bagi pesawat tempur SU-27 SKM dan SU-30 MK 2 Indonesia.
Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoedin menyatakan kelengkapan skadron Sukhoi (16 pesawat) ditargetkan pada tahun 2014. Namun pengadaan alutsista 11 itu bisa dilengkapi dalam waktu yang lebih cepat di tahun 2013. Untuk itu program Kementerian Pertahanan selanjutnya adalah mendatangkan simulator pesawat tempur Sukhoi, serta dukungan konstruksi sistem yang bisa mengcover seluruh pesawat Sukhoi, pada tahun 2014. Hal ini disampaikan Wamenhan, saat mengunjungi Skadron 11 di Lanud Sultan Hasanuddin, Makassar.
“Mesin simulator untuk melatih kemampuan para pilot penerbang tempur. Nantinya tidak perlu lagi mengirimkan pilot tempur keluar negeri untuk melatih skill teknis mereka. Tetapi jika simulator ini belum sampai tahun 2014, untuk sementara para pilot dikirim ke negara yang memiliki fasilitas simulator, seperti China yang telah memiliki kerjasama pertahanan Indonesia”, ujar Wakil Menteri Pertahanan.
Rudal Kh-31P Zvezda
Kejutan lain dari penambahan alutsista Skadron Udara 11 adalah telah terpasangnya rudal-rudal untuk pesawat tempur Sukhoi, antara lain Rudal Zvezda Kh-31P atau istlah NATO AS-17 Krypton. Rudal Krypton buatan Rusia ini dilengkapi sensor hybrid active-pasive guidance untuk menyergap sasaran darat maupun udara seperti,  sistem pertahanan musuh atau pesawat mata-mata seperti AWACS, dari jarak  200 km. Rudal anti-radar ini  bisa mematikan penjejaknya saat diserang.

Komponen paling menarik dari rudal Kh-31P adalah adanya kombinasi 5 roket, booster dan ramjet, yang dipadukan dalam dual roket pendorong (sistem propulsi ganda). Bentuknya mirip wahana antariksa Rusia, karena memang didisain oleh biro disain Soyuz di Turayevo.
Pada tahap awal misil ini berakselerasi menggunakan solid-fuel rocket engine, untuk mendapatkan kecepatan 1,8 Mach. Setelah itu mesin pendorong pertama dilepas, digantikan 4 mesin jet pendorong, untuk mencapai kecepatan 5 Mach. Kecepatan tinggi ini berguna untuk mengurangi resiko tertembak, termasuk harus menerobos sistem pertahanan musuh untuk menghancurkan radar penjejak, drone maupun pesawat AWACS.
Karena rudal ini ditugaskan menghancurkan radar musuh atau pesawat AWACS, rudal Kh-31P tidak dibebani hulu ledak besar, melainkan hanya 90 Kg (Blast Frag). Rudal AS-17 Krypton memiliki panjang 5, 2 meter dengan berat 600 kg  dan dijuliki negara barat dengan nama “AWACS killer”.(JKGR).

GSh-30-1 30mm: Kanon Sukhoi TNI AU – Minim Amunisi Tapi Punya Presisi Tinggi

Posted on 23/05/2014 | 4 Komentar
Tidak sah rasanya bila jet fighter dengan kualifikasi multirole dan air superiority hadir tanpa senjata internal. Meski konsep peperangan di udara masa kini dan di masa mendatang mengedepankan pada keunggulan rudal lintas cakrawala alias BVRAAM (beyond visual air to air missile), namun paduan sista untuk menghadapi duel jarak dekat (dog fight) tak bisa dihapuskan, ini dibuktikan dengan masih larisnya segmen rudal udara ke udara jarak pendek dan menengah.
Menemani peran rudal udara ke udara (AAM/air to air missile) jarak pendek, sudah mahfum pula keberadaan dari kanon sebagai senjata internal di pesawat tempur. Bicara tentang jet Sukhoi Su-27/Su-30 yang dimiliki TNI AU, kanon internal inilah yang menjadi satu-satunya senjata dari Sukhoi Indonesia yang mampu menggetarkan dalam patroli udara. Hal tersebut harus dipahami, sebab setelah 10 tahun dibeli, armada Sukhoi Skadron 11 TNI AU baru dibekali rudal mulai tahun 2012, yakni AAM jenis R-73R-77, dan rudal udara ke permukaan (ASM/air to surface missile) jenis Kh-31P dan Kh-29TE.
Selama periode 2003 hingga 2012, praktis Sukhoi TNI AU hanya mengandalkan kanon internal dan bom P-100 buatan Dalam Negeri. Nah, bicara tentang kanon yang melekat di Sky Demon ini, tak lain adalah GSh-30-1 kaliber 30 mm. Merujuk ke sejarahnya, kanon laras tunggal ini dirancang oleh A. Gryazev dan A. Shipunov pada tahun 1977 dan diproduksi oleh Izhmash JSC, Rusia. Sebagai peninggalan era Uni Soviet, kanon ini mulai resmi diadopsi oleh jet tempur Soviet sejak 1980 hingga kini.

GSh-30-1 pada Sukhoi Su-27. Terletak disisi kanan body.

Cara kerja kanon ini masih terbilang konvensional, yakni menggunakan pola hentakan (recoil). Bobot kanon, belum termasuk amunisinya, yaitu 46 kg. Dari sisi kinerja, GSh-30-1 secara teori dapat memuntahkan hingga 1.800 proyektil dalam satu menit. Namun, dalam pelaksanaannya, kecepatan tembak (rate of fire) diturunkan untuk mengurangi efek panas berlebih pada laras, menjadi 1.500 proyetil per menitnya. Meski bisa memuntahkan ribuan proyektil per menit, faktanya logam pada laras dapat mengalami tekanan tinggi akibat panas berlebih bila dilakukan penembakan secara terus menerus antara 100 – 150 peluru. Pihak pabrikan pun memang menggariskan waktu singkat untuk usia laras, setiap melampaui 2.000 tembakan, laras harus diganti untuk menjaga keamanan dan presisi. Laras sejatinya dapat cepat dingin seiring derasnya aliran angin di body pesawat, tapi GSh-30-1 juga dibekali pendingin air berupa silinder yang ditempatkan pada pangkal laras.

Amunisi kaliber 30 mm GSh-30-1
MiG-29 milik AU Iran tampak sedang menembakan kanon GSh-30-1.
Bicara soal penggantian laras, kanon PSU (penangkis serangan udara) Type 80 Giant Bow 20 mm Arhanud TNI AD, lebih cepat lagi. Secara prosedur, setiap 200 tembakan laras harus diganti. Kebetulan memang laras dirancang untuk bisan diganti secara cepat. Kabarnya, setiap kali latihan minimal harus disiapkan empat laras pengganti. karena kecepatan tembak yang tinggi, membuat laras cepat panas, ) Type 80 Giant Bow bisa memuntahkan 1.500 – 2.000 proyektil dalam satu menit.

Kembali ke kanon Sukhoi GSh-30-1, kecepatan luncur proyektil mencapai 860 meter per detik. Sementara yang jadi ‘tantangan’ justru dari bekal amunisi yang dibawa, terbilang sedikit, yaitu 150 peluru dalam satu drum magasin. Minimnya amunisi yang dibawa bukan hanya terjadi pada Sukhoi Su-27/Su-30, melainkan juga pada MiG-29 Fulcrum yang turut memakai GSh-30-1. Rusia pun menyadari akan ‘kelemahan’ pada minimnya jumlah peluru, untuk itu disiasati dengan hadirnya perangkat penjejak optik berbasis thermal OEPS-27.

OEPS-27 mudah dikenali pada jet tempur Sukhoi Su-27/Su-30. Letak perangkat ini berada di bagian hidung, namun agak mendekat kokpit, dan bentuknya cukup unik dengan desain bola kaca. Perangkat ini terdiri dari dua bagian. Pertama disebut sebagai pengukur jarak bersistem laser (laser range finder) dengan kemampuan pengenalan target hingga delapan kilometer. Kemudian masih dalam bola kaca juga ada IRST (infra red search and track system), dimana sistem ini dapat menjangkau jarak hingga 50 kilometer. Soal cakupan (coverage), untuk sudut azimuth mulai dari -60 sampai +60 derajat, sementara sudut ketinggian mulai dari -60 sampai 15 derajat. Dengan dukungan OEPS-27 inilah, pihak pabrikan Sukhoi merasa percaya diri menjajakan jet tempur ini, apalagi dengan kombinasi sensor infra merah dan laser, menjadikan Sukhoi mumpuni dalam membidik, alias presisi tembakan sangat tinggi. Bagaimana tentang jarak tembak? Untuk menghajar target di udara, jarak tembak efektinya antara 200 – 800 meter. Sementara untuk misi melibas target di permukaan, jarak tembaknya bisa mencapai 1.200 – 1.800 meter.


Dari hasil polling Indomiliter.com pada tanggal 3 – 13 Oktober 2013, dapat disimpulkan bahwa lawan terberat Sukhoi Su-27/Su-30 TNI AU adalah F-15SG Strike Eagle milik RSAF (AU Singapura). Lawan tanding kedua terberat, kemudian ditempati oleh F/A-18 Super Hornet RAAF (AU Australia). Boleh jadi, dimasa mendatang, kedua jet inilah yang akan menjadi kawan ‘dog fight’ Sukhoi TNI AU. Dan, bila itu benar adanya, maka GSh-30-1 akan berjumpa dengan kanon internal F-15SG dan F/A-18, yaitu Vulcan M61 kaliber 20 mm.

Meski kalibernya lebih kecil dari GSh-30-1, tapi jangan anggap enteng kanon yang juga terpasang di F-16 Fighting Falcon ini. Vulcan M61 mengadopsi model gatling dengan enam laras putar. Selain unggul dalam mengurai panas pada laras, Vulcan M61A1 dapat memuntahkan 4.000 hingga 6.000 proyektil dalam satu menit. Kecepatan luncur proyektilnya 1.050 meter per detik, sementara untuk jarang tembak efektifnya antara 1.500 – 2.000 meter. Untuk urusan amunisi, dengan model magasin drum, dapat dibawa hingga 511 peluru. Karena punya enam laras, beratnya pun mencapai 112 kg, belum termasuk feed system-nya.
Meski dalam banyak parameter Vulcan M61 lebih unggul, tapi GSh-30-1 tampil dengan beragam tipe amunisi, seperti Armour Piercing Tracer (AP-T), Armour Piercing Incendiary Tracer (API-T), Armour Piercing Tracer, Tungsten Alloy Penetrator (APT-T), Inert Armour Piercing (AP Inert), High Explosive Tracer (HE-T), Short Range High Explosive Tracer (HE-T-SR), Inert High Explosive Tracer (HE-T Inert), High Explosive Incendiary (HEI), High Explosive Incendiary Tracer (HEI-T), Target Practice (RTP), dan Target Practice Tracer (RTP-T). (Gilang Perdana)

Spesifikasi GSh-30-1
Manufaktur : Izhmash JSC
Kaliber : 30 mm
Berat : 46 kg
Cartridge : 30×165 mm
Jumlah laras : 1
Kecepatan tembak : 1.500 – 1.800 proyektil/menit
Kecepatan proyektil : 860 meter/detik
Jarak Tembak : 1.800 meter

Tidak ada komentar:

Posting Komentar