Label

Minggu, 29 Juni 2014

Opini LCS (1)


China adalah ancaman namun jangan lupa ancaman terhadap kedaulatan dan kepentingan Indonesia juga datang dari Amerika. Keduanya adalah suatu masalah penting akan tetapi tidak perlu dihadapi dengan paranoia berlebihan, ada banyak jalan menuju Roma. Saat ini seluruh negara – negara yang terlibat dalam teather pasifik sedang menyusun peta politiknya masing – masing, adalah terlalu dini untuk menetapkan “siapa bersekutu dengan siapa”, maka strategi politik luar negeri Indonesia untuk netap netral –million friends zero enemy– sudah sangat tepat! 

Sebagaimana negara lainnya Indonesia pun perlu untuk menata langkah bidak caturnya agar tidak larut dalam permainan kepentingan negara lain. Tentunya kita tidak ingin Indonesia membuat suatu langkah yang “gegabah” atau terburu buru, sebab setiap langkah Indonesia akan memiliki pengaruh langsung dan implikasinya akan kembali lagi pada Indonesia.
Mengatakan Indonesia linglung menyambut uluran tangan Jepang sama saja seperti mengatakan “negarawan kita tidak tahu cara berpolitik internasional“ dan kebijakan politik Indonesia selama ini adalah salah. Jika memang benar langkah kebijakan Indonesia selama ini adalah salah dan hanya bersifat oportunistik, maka akan timbul pertanyaan – pertanyaan seperti, “mengapa Indonesia mendapat penghormatan oleh negara – negara kawasan, mengapa ada banyak negara justru berusaha mendekat pada kita dan mengapa pula mereka menaruh harapan yang tinggi pada Indonesia?” 

Semua itu tidak lepas dari keputusan Indonesia untuk secara konsisten menjadi netral dalam wacana mengimplementasikan kebijakan luar negeri seperti yang termaktup dalam UUD’45. Kebijakan politik luar negeri Indonesia selama ini adalah bukti kedaulatan dan kemerdekaannya sebagai negara, bukan kebijakan boneka alat kepentingan asing!!!

Melibatkan diri dalam konflik secara gegabah hingga jauh keutara lalu menggandeng salah satu pihak jauh hari sebelum peta konflik menjadi jelas, itu sama saja dengan menceburkan diri dengan senang hati kedalam kepentingan asing, seperti ABG ikut rusuh – rusuh demo partai politik. Sebelum membuat langkah adalah perlu diketahui dimana posisi dan peran Indonesia, kekuatan-kelemahan-tantangan-ancaman saat ini dan kedepan. Kita harus secara realistis melihat dan menilai diri kita, rasa jumawa hanya akan mengundang malapetaka pada diri sendiri dan jumawa terbukti bukanlah sifat Indonesia. Sabar bukan berarti lemah, cerdik bukan berarti tidak tanggap, bijak bukan berarti bodoh, dan tegas itu bukan dengan bersikap adigang adigung adiguna. Sederhananya inti dari kebijakan Indonesia adalah bagaimana melewati konflik dengan “selamat” bersama tetangga dekat, sebab kita tidak akan bisa hidup dengan tenang jika tetangga sebelah rumah selalu ribut dan rusuh.

Permasalahan yang berpusar disekitar LCS tidak lepas dari unsur kepentingan atas SDA, SLOC dan hegemoni politik, keterlibatan Jepang dan Amerika pun tidak lepas dari itu. Untuk saat ini Indonesia tidak berada dalam posisi “sangat membutuhkan” sekutu khusus, jikalaupun Indonesia harus bersekutu maka itu hanya akan dilakukan pada saat yang tepat dengan pihak yang tepat. Bukan dengan tanpa tedeng aling-aling menunjuk salah satu pihak sebagai sekutu karena emosi galau sesaat seperti sonora. 

Kebijakan China memang menjadi ancaman terutama karena mereka menyatakannya dengan jelas, tapi apakah kemudian kepentingan negara lain tidak menjadi ancaman bagi Indonesia hanya karena mereka tidak pernah menyatakannya dengan lantang seperti China?! Tidak ada jaminan jika Jepang ataupun Amerika tidak akan menusuk Indonesia dari belakang dikemudian hari. Kembali lagi, keputusan Indonesia untuk netral adalah sebentuk ketegasan politik, netralitas Indonesia diwujudkan dalam bentuk peran aktif positif di kawasan yang dilakukan dengan bijak. Hasilnya Indonesia mendapatkan hegemoni politik yang jelas dikawasan tanpa harus memamerkan otot dan wajah angker. Netral bukan berarti tidak peduli, kita hanya bermain cantik tapi bukan oportunistik seperti munafik!

MEA bukanlah wacana politik namun wacana ekonomi, terlepas dari kebijakan politik masing – masing selama diantara negara ASEAN tidak saling berperang maka MEA akan terus berlanjut. MEA juga merupakan perwujudan semangat ASEAN untuk mendorong dan meningkatkan perekonomian masing – masing. Sebentuk kesadaran kolektif untuk secara bersama – sama memajukan diri, bisa dikatakan pula MEA adalah buah harapan ASEAN namun bukan berarti menyatukan ASEAN dalam satu pandangan politik yang sama. 

Perumpamaan sederhananya “mau saudara, teman atau musuh, dagang ya dagang, duit ya duit”, inilah wujud produk oportunistik kolektif ASEAN. MEA bisa dianggap pula sebagai tonggak persatuan ASEAN, sebuah sarana untuk membangun rasa saling kepercayaan melalui hubungan ekonomi. Jika MEA berhasil maka tidak hanya akan memberikan dampak ekonomi positif tapi juga akan memberikan daya tawar politik kolektif bagi ASEAN. Satu – satunya ancaman terbesar kegagalan MEA adalah jika Indonesia menarik diri keluar dari MEA, sebab Indonesia adalah pasar dan pemain terbesar yang menjadi pondasi MEA. Dan karena Indonesia juga masih memiliki kepentingan untuk mengembangkan ekonominya, maka bisa dipastikan Indonesia akan terus memberikan dukungannya agar wacana MEA terus bergulir.

Salam

by STMJ (JKGR)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar