China
adalah ancaman namun jangan lupa ancaman terhadap kedaulatan dan kepentingan
Indonesia juga datang dari Amerika. Keduanya adalah suatu masalah penting akan
tetapi tidak perlu dihadapi dengan paranoia berlebihan, ada banyak jalan menuju
Roma. Saat ini seluruh negara – negara yang terlibat dalam teather pasifik
sedang menyusun peta politiknya masing – masing, adalah terlalu dini untuk
menetapkan “siapa bersekutu dengan siapa”, maka strategi politik luar negeri
Indonesia untuk netap netral –million friends zero enemy– sudah sangat tepat!
Sebagaimana negara lainnya Indonesia pun perlu untuk menata langkah bidak
caturnya agar tidak larut dalam permainan kepentingan negara lain. Tentunya
kita tidak ingin Indonesia membuat suatu langkah yang “gegabah” atau terburu
buru, sebab setiap langkah Indonesia akan memiliki pengaruh langsung dan
implikasinya akan kembali lagi pada Indonesia.
Mengatakan
Indonesia linglung menyambut uluran tangan Jepang sama saja seperti mengatakan
“negarawan kita tidak tahu cara berpolitik internasional“ dan kebijakan politik
Indonesia selama ini adalah salah. Jika memang benar langkah kebijakan
Indonesia selama ini adalah salah dan hanya bersifat oportunistik, maka akan
timbul pertanyaan – pertanyaan seperti, “mengapa Indonesia mendapat
penghormatan oleh negara – negara kawasan, mengapa ada banyak negara justru
berusaha mendekat pada kita dan mengapa pula mereka menaruh harapan yang tinggi
pada Indonesia?”
Semua itu tidak lepas dari keputusan Indonesia untuk secara
konsisten menjadi netral dalam wacana mengimplementasikan kebijakan luar negeri
seperti yang termaktup dalam UUD’45. Kebijakan politik luar negeri Indonesia
selama ini adalah bukti kedaulatan dan kemerdekaannya sebagai negara, bukan
kebijakan boneka alat kepentingan asing!!!
Melibatkan
diri dalam konflik secara gegabah hingga jauh keutara lalu menggandeng salah
satu pihak jauh hari sebelum peta konflik menjadi jelas, itu sama saja dengan
menceburkan diri dengan senang hati kedalam kepentingan asing, seperti ABG ikut
rusuh – rusuh demo partai politik. Sebelum membuat langkah adalah perlu
diketahui dimana posisi dan peran Indonesia, kekuatan-kelemahan-tantangan-ancaman
saat ini dan kedepan. Kita harus secara realistis melihat dan menilai diri
kita, rasa jumawa hanya akan mengundang malapetaka pada diri sendiri dan jumawa
terbukti bukanlah sifat Indonesia. Sabar bukan berarti lemah, cerdik bukan
berarti tidak tanggap, bijak bukan berarti bodoh, dan tegas itu bukan dengan
bersikap adigang adigung adiguna. Sederhananya inti dari kebijakan Indonesia
adalah bagaimana melewati konflik dengan “selamat” bersama tetangga dekat,
sebab kita tidak akan bisa hidup dengan tenang jika tetangga sebelah rumah
selalu ribut dan rusuh.
Permasalahan
yang berpusar disekitar LCS tidak lepas dari unsur kepentingan atas SDA, SLOC
dan hegemoni politik, keterlibatan Jepang dan Amerika pun tidak lepas dari itu.
Untuk saat ini Indonesia tidak berada dalam posisi “sangat membutuhkan” sekutu
khusus, jikalaupun Indonesia harus bersekutu maka itu hanya akan dilakukan pada
saat yang tepat dengan pihak yang tepat. Bukan dengan tanpa tedeng aling-aling
menunjuk salah satu pihak sebagai sekutu karena emosi galau sesaat seperti
sonora.
Kebijakan China memang menjadi ancaman terutama karena mereka
menyatakannya dengan jelas, tapi apakah kemudian kepentingan negara lain tidak
menjadi ancaman bagi Indonesia hanya karena mereka tidak pernah menyatakannya
dengan lantang seperti China?! Tidak ada jaminan jika Jepang ataupun Amerika
tidak akan menusuk Indonesia dari belakang dikemudian hari. Kembali lagi,
keputusan Indonesia untuk netral adalah sebentuk ketegasan politik, netralitas
Indonesia diwujudkan dalam bentuk peran aktif positif di kawasan yang dilakukan
dengan bijak. Hasilnya Indonesia mendapatkan hegemoni politik yang jelas
dikawasan tanpa harus memamerkan otot dan wajah angker. Netral bukan berarti
tidak peduli, kita hanya bermain cantik tapi bukan oportunistik seperti
munafik!
MEA
bukanlah wacana politik namun wacana ekonomi, terlepas dari kebijakan politik
masing – masing selama diantara negara ASEAN tidak saling berperang maka MEA
akan terus berlanjut. MEA juga merupakan perwujudan semangat ASEAN untuk
mendorong dan meningkatkan perekonomian masing – masing. Sebentuk kesadaran
kolektif untuk secara bersama – sama memajukan diri, bisa dikatakan pula MEA
adalah buah harapan ASEAN namun bukan berarti menyatukan ASEAN dalam satu pandangan
politik yang sama.
Perumpamaan sederhananya “mau saudara, teman atau musuh,
dagang ya dagang, duit ya duit”, inilah wujud produk oportunistik kolektif
ASEAN. MEA bisa dianggap pula sebagai tonggak persatuan ASEAN, sebuah sarana
untuk membangun rasa saling kepercayaan melalui hubungan ekonomi. Jika MEA
berhasil maka tidak hanya akan memberikan dampak ekonomi positif tapi juga akan
memberikan daya tawar politik kolektif bagi ASEAN. Satu – satunya ancaman
terbesar kegagalan MEA adalah jika Indonesia menarik diri keluar dari MEA,
sebab Indonesia adalah pasar dan pemain terbesar yang menjadi pondasi MEA. Dan
karena Indonesia juga masih memiliki kepentingan untuk mengembangkan
ekonominya, maka bisa dipastikan Indonesia akan terus memberikan dukungannya agar
wacana MEA terus bergulir.
Salam
by STMJ (JKGR)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar